PENENTUAN KADAR KLORIDA SECARA MOHR
(Laporan
Praktikum Dasar-Dasar Kimia Analitik)
Oleh
Wayan
Gracias
1313023090
LABORATORIUM PEMBELAJARAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
LEMBAR
PENGESAHAN
Judul Percobaan : Penentuan Kadar Klorida Secara Mohr
Tanggal Percobaan : 5 Mei 2015
Tempat Percobaan : Laboratorium Pembelajaran Kimia
Nama : Wayan Gracias
NPM : 1313023090
Fakultas : Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Jurusan : Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Studi : Pendidikan Kimia
Kelompok : I (Satu)
Bandarlampung, 5 Mei 2015
Mengetahui
Asisten
Dani Rasanzani
NPM: 1213023012
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkembangan teknologi
sekarang ini sangat mempengaruhi berbagai bidang yang ada di sekitar kita,
seperti halnya dalam bidang farmasi. Maka dari perkembangan teknologi yang
sekarang ini semakin meningkat jumlah produk-produk farmasi yang tersedia untuk
masyarakat. Dalam penyediaan suatu produk farmasi dipergunakan berbagai
senyawa-senyawa yang dikombinasikan satu dengan yang lain untuk mengasilkan
suatu senyawa baru yang sangat bermanfaat. Pengkombinasian ini melibatkan
berbagai senyawa baik yang mudah larut dalam air maupun yang tidak.
Pada penetapan kadar
senyawa yang sukar larut digunakan metode tertentu, karena sifat dari senyawa
yang mudah larut sangat berbeda dengan senyawa yang sukar larut, dimana salah
satu metode tersebut adalah metode argentometri. Argentometri sendiri merupakan
suatu titrasi dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dan akan terbentuk
garam perak yang sukar larut. Ada beberapa metode argentometri, yaitu metode
Mohr, Volhard, Fajans, dan Leibig. Adapun pada praktikum ini akan dibahas
mengenai metode Mohr. Untuk memahami lebih lanjut mengenai metode Mohr, maka dilakukanlah percobaan ini.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini
adalah untuk menentukan kadar klorida dalam kristal garam dapur secara Mohr.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Salah satu jenis
titrasi pengendapan adalah titrasi argentometri. Argentometri merupakan titrasi
yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-, Br-, I-)
atau anion lainnya (CN-, CNS-) dengan ion Ag+
(argentum) dari perak nitrat (AgNO3) dan membentuk endapan dengan
perak halida (AgX) (Cecep, 2011).
Istilah argentometri
diturunkan dari bahasa latin argentums, yang berarti perak. Jadi, argentometri
merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasarkan pada pembentukan endapan dengan ion Ag+.
Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah
dengan volumetri. Dasar titrasi argentometri adalah reaksi pengendapan
(presipitasi) dimana zat yang hendak ditentukan kadarnya diendapkan oleh
larutan baku AgNO3. Berdasarkan indikator yang digunakan, titrasi
argentometri dibedakan menjadi 3 metode, yaitu:
1. Metode
Mohr. Pembentukan dari sebuah endapan berwarna.
Persis seperti sistem asam-basa bisa
digunakan sebagai indikator untuk sebuah titrasi asam-basa, pembentukan satu
endapan dapat digunakan untuk mengindikasikan selesainya sebuah titrasi
pengendapan. Contohnya titrasi Mohr klorida dengan ion perak, dimana ion kromat
digunakan sebagai indikator.
2. Metode
Volhard. Pembentukan kompleks berwarna.
Metode Volhard didasasri oleh pengendapan
dari perak tiosianat dalam larutan asam nitrit, dengan ion besi (III) digunakan
untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat. Metode ini digunakan untuk titrasi
langsung perak dengan larutan standar tiosianat atau untuk titrasi tidak
langsung dengan ion-ion klorida, bromida, dan iodida.
3. Metode
Fajans. Penggunaan indikator adsorpsi.
Adsorpsi dari sebuah komponen organik
berwarna pada permukaan sebuah endapan dapat menyebabkan pergeseran elektronik
dalam molekul yang mengubah warnanya. Fenomena ini dapat digunakan untuk
mendeteksi titik-titik akhir dari titrasi pengendapan garam-garam perak.
Senyawa organik yang digunakan untuk hal ini diacu sebagai indikator adsorpsi
(Underwood, 2001).
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan
untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu indikator, argentometri, dan
indikator kimia. Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode
perak yang dicelupkan ke dalam larutan analit. Titik akhir argentometri
melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak
dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia
biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan
yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
titrasi netralisasi, yaitu perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range
pada p-function dari reagen/analit (Skoog, 1996).
Reaksi pengendapan ialah apakah reaksi
ini dapat terjadi pada suatu keadaan tertentu. Jika Q adalah nilai hasil kali
ion-ion yang terdapat dalam larutan, maka kesimpulan yang lebih umum mengenai
pengendapan dasar larutan adalah pengendapan terjadi jika Q>Ksp, pengendapan
tak terjadi jika Q<Ksp. Larutan ini tepat jenuh jika Q=Ksp. Jika suatu garam
memiliki tetapan hasil kali kelarutan yang besar, maka dikatakan garam tersebut
mudah larut. Sebaliknya, jika harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu
garam tertentu sangat kecil, dapat dikatakan bahwa garam tersebut sukar untuk
larut. Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan
perubahan temperatur. Umumnya kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan
suatu garam, sehingga harga tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga
akan semakin besar (Petrucci, 1989).
Adapun syarat untuk titrasi argentometri
yaitu konsentrasi mula-mula larutan yang hendak dititrasi cukup besar dan Ksp
kecil (Chang, 2001).
III.
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1 Alat
dan Bahan
Alat:
1. Labu
takar 25 mL 1 buah
2. Pipet
gondok 1
buah
3. Buret
pyrex 50 mL 1 buah
4. Statif
dan klem 1 unit
5. Erlenmeyer
250 mL 1 buah
6. Kaca
arloji diameter 5 cm 1 buah
7. Corong
1 buah
Bahan:
1. Garam
dapur 1
gram
2. Larutan
AgNO3 50
mL
3. Larutan
asam kromat (H2CrO4) 0.1M
2 mL
4. Aquades
300
mL
3.2 Prosedur
Percobaan
a. Penetapan
Kadar Klorida
1. Timbang
0.074 gram garam dapur, lalu larutkan dan masukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan
encerkan sampai tanda batas.
2. Pipet
10 mL aliquot dan masukkan ke dalam erlenmeyer.
3. Buret
disiapkan lalu diisi dengan larutan AgNO3 0.1M
4. 10
mL larutan aliquot ditambahkan 2 mL K2CrO4 0.1 M lalu
dititrasi dengan larutan AgNO3 dengan mengaduknya secara konstan
sampai terbentuk endapan putih.
5. Teruskan
titrasi secara perlahan sampai terbentuk endapan merah.
6. Hentikan
titrasi, lalu catat volume titran.
7. Hitung
kadar klorida dengan rumus sebagai berikut.
b. Penetapan
Blangko Indikator
1. Pipet
10 mL aliquot dan masukkan ke dalam erlenmeyer
2. Buret
disiapkan lalu diisi dengan larutan AgNO3
3. 10
mL larutan aliquot lalu dititrasi dengan larutan AgNO3 dengan
mengaduknya secara konstan sampai terbentuk endapan putih
4. Teruskan
titrasi secara perlahan
5. Bandingkan
larutan hasil titrasi penetapan blangko indikator dengan hasil titrasi
penentuan kadar klorida
IV.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh
dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
A. Penetapan
Kadar Klorida
No
|
Perlakuan
|
Hasil Pengamatan
|
1
|
Menimbang
0.074 gram NaCl, dilarutkan dalam labu ukur 25 mL, diencerkan sampai tanda
batas.
|
Larutan
garam dapur 25 mL (larutan aliquot).
|
2
|
Dipipet
10 mL aliquot dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 2 mL K2CrO4.
|
Larutan
berwarna kuning.
|
3
|
Larutan
dalam erlenmeyer dititrasi dengan AgNO3
|
Terbentuk
endapan putih AgCl, lalu lama kelamaan terbentuk endapan merah Ag2CrO4.
Volume AgNO3 yang digunakan 5.2 mL
|
B. Penetapan
Blangko Indikator
No
|
Perlakuan
|
Hasil Pengamatan
|
1
|
Dipipet 10 mL
aliquot, lalu dititrasi dengan AgNO3
|
Volume AgNO3 yang
digunakan untuk titrasi adalah 0.4 mL dan terbentuk endapan putih AgCl.
|
4.2 Perhitungan
Diketahui:
V NaCl = 10 mL
V AgNO3 = 5.2 mL
[AgNO3] = 0.1 M
·
V NaCl. [NaCl] = V AgNO3 .
[AgNO3]
10 mL . [NaCl] = 5.2 mL . 0.1 M
[NaCl] = 0.052 M
·
n NaCl dalam 10 mL larutan = V
NaCl.[NaCl] = 10 mL . 0.052 M = 0.52 mol
·
mol NaCl dalam 25 mL:
4.3 Pembahasan
Ada dua cara kerja pada praktikum ini,
pertama yaitu penetapan kadar klorida, yang kedua penetapan blangko indikator.
Adapun langkah kerja yang pertama yaitu penetapan kadar klorida.
Langkah-langkahnya menimbang 0.074 gram kristal garam dapur, lalu dilarutkan
dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Kemudian 10 mL aliquot ini dimasukkan
ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan 2 mL K2CrO4 0.1 M.
Hasilnya ialah larutan berwarna kuning. Kemudian larutan ini dititrasi dengan
AgNO3 0.1 M. Saat dititrasi terjadi perubahan warna larutan dari
bening ke keruh. Lalu, terbentuk endapan merah yang merupakan Ag2CrO4.
Adapun volume AgNO3 yang digunakan selama titrasi adalah 5.2 mL.
Adapun prosedur yang kedua yaitu penetapan blangko indikator. Langkah kerjanya
yaitu memipet 10 mL aliquot dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu dititrasi
dengan AgNO3, lama-kelamaan terbentuk endapan putih AgCl dan volume
AgNO3 yang digunakan adalah sebanyak 0.4 mL. Pada percobaan
penetapan blangko indikator ini tidak menghasilkan endapan merah Ag2CrO4
karena selama percobaan tidak ada penambahan K2CrO4. Berdasarkan
hasil perhitungan, didapatkan kadar klorida dalam sampel garam dapur adalah
sebesar 62.36%.
Pada percobaan ini, digunakan titrasi
Mohr untuk menentukan kadar klorida. Adapun prinsip dari metode Mohr ini adalah
AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl yang berwarna
putih. Bila semua Cl- sudah habis bereaksi dengan Ag+
dari AgNO3, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42-
dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan, ini berarti titik
akhir titrasi telah tercapai, yaitu bila terbentuk warna merah bata dari
endapan Ag2CrO4.
Adapun fungsi larutan K2CrO4
adalah sebagai indikator yang digunakan untuk mendeteksi kelebihan Ag, yang
ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna merah. Pada percobaan penetapa
kadar klorida, endapan putih AgCl terbentuk leih dahulu dibandingkan endapan
merah Ag2CrO4. Hal ini disebabkan kelarutan AgCl yang
lebih kecil dari Ag2CrO4. Selain itu, endapan merah Ag2CrO4
terbentuk karena AgCl sudah habis bereaksi, sehingga hanya tersisa CrO42-
dan bereaksi dengan AgNO3 membentuk endapan merah.
Adapun reaksi-reaksi yang terjadi pada percobaan
ini diantaranya adalah:
1. Reaksi
antara AgNO3 dengan garam dapur:
2. Reaksi
AgNO3 dengan K2CrO4:
AgNO3
merupakan senyawa prekusor yang serbaguna untuk banyak senyawa perak lainnya,
seperti yang digunakan dalam fotografi. Senyawa ini tidak begitu sensitif
terhadap cahaya ketimbang halidanya. Adapun sifat-sifat dari AgNO3
ini diantaranya memiliki berat molekul 169.87 g/mol, berbentuk kristal putih,
tidak berwarna, memiliki densitas 5.35 g/cm3, titik lebur 212°C,
titik didih 444°C, indeks bias 1.744, larut dalam pelarut aseton, amonia,
glikol, dan eter. AgNO3 juga bereaksi hebat dengan etanol, bersifat
korosif, dan berbahaya bagi lingkungan (beracun).
V.
KESIMPULAN
1.
Kadar klorida yang diperoleh dari
percobaan ini adalah sebesar 62.36%
2.
Adapun prinsip titrasi Mohr ini adalah
penggunaan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4
sebagai indikator yang berfungsi untuk mendeteksi terbentuknya endapan Ag2CrO4
3.
Pada percobaan ini, AgCl terbentuk lebih
dahulu dibandingkan Ag2CrO4 dikarenakan kelarutan AgCl
lebih kecil daripada kelarutan Ag2CrO4
4.
Pada percobaan ini, terbentuknya endapan
Ag2CrO4 dikarenakan ion Cl- sudah habis
bereaksi dengan Ag+, maka sisa ion Ag+ bereaksi dengan
ion CrO42- membentuk Ag2CrO4
5.
Perak nitrat merupakan senyawa anorganik
yang dapat dimanfaatkan untuk mengendapan zat-zat tertentu dalam titrasi
pengendapan (argentometri).
DAFTAR PUSTAKA
Cecep.
2011. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Jakarta: Binarupa Aksara
Chang,
Raymond. 2001. Kimia Dasar Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
Petrucci,
Ralph H. 1989. Kimia Dasar Prinsip dan
Terapan Modern. Jakarta: Erlangga
Skoog,
D.A. 1996. Fundamentals of Analytical
Chemistry. Brooke: Thompson Learning Inc
Underwood,
Day R.A. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif.
Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar